'/> Biografi Imam Syafi'i Terlengkap | Pemimpin Dan Tokoh Besar Islam -->

Info Populer 2022

Biografi Imam Syafi'i Terlengkap | Pemimpin Dan Tokoh Besar Islam

Biografi Imam Syafi'i Terlengkap | Pemimpin Dan Tokoh Besar Islam
Biografi Imam Syafi'i Terlengkap | Pemimpin Dan Tokoh Besar Islam
 mungkin di antara kalian masih banyak yang belum mengenal Imam Syafi Biografi Imam Syafi'i Terlengkap | Pemimpin dan Tokoh Besar Islam
Biografi Imam Syafi'i Terlengkap | Pemimpin dan Tokoh Besar Islam - Hai sobat, mungkin di antara kalian masih banyak yang belum mengenal Imam Syafi'i. Nah pada perjumpaan kita kali ini kita akan membahas ihwal biografi sang tokoh besar islam di masa lampau yang ilmunya dia tumpahkan kedalam karya-karyanya yang sangat bermanfaat hingga ketika ini. Mari kita simak ulasannya berikut ini.

Biografi Imam Syafi'i

Imam Syafi’i yakni salah satu imam madzhab empat, Imam Syafi'i mempunyai nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i, ia lahir di wilayah Gaza, Palestina tahun 150 Hijriah atau 767-820 Masehi, dia berasal dari keturunan bangsa Qurais dan masih keluarga jauh dari Rasulullah SAW.  Ayah dia melalui garis keturunannya bertemu di Abdul Manaf yang merupakan kakek ketiga Rasulullah dan ibu dia yang merupakan cicit Ali bin Abi Thalib r.a Semasa di kandungan, kedua orang renta dia pergi meninggalkan Makkah menuju Palestina, sesampainya di Gaza, ayah dia jatuh sakit dan meninggal dunia, sehabis itu dia dirawat dan dibesarkan oleh ibunda dia dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan hidup serba kekurangan. 

Kelahiran

Idris bin Abbas yang merupakan ayah Imam Syafi'i kala itu sedang menyertai istrinya ketika dalam perjalanan yang cukup jauh menuju kampung Gaza, Palestina. Saat itu umat islam sedang berperang di Kota Asqalan. Saat itu Fatimah al-Azdiyyah ibu Imam Syafi'i sedang mengandung, Idris bin Abbas pun sangat bangga ketika mengetahui istrinya mengandung, kemudian dia berkata, "Jika engkau melahirkan seorang putra, maka akan kunamakan Muhammad, dan saya akan memanggil dengan nama salah seorang kakeknya yaitu Syafi'i bin Asy-Syaib."

Fatimah ketika itu melahirkan di Gaza, dan terwujudnya apa yang diinginkan ayahnya. Anak itu diberi nama Muhammad, dan dipanggil dengan nama "asy-Syafi'i" yang merupakan nama salah seorang kakeknya. Meskipun kebanyakan dari andal sejarah islam beropini bahwa Imam Syafi'i dilahirkan di Gaza, Palestina, namun beberapa di antara andal sejarah islam beropini bahwa Imam Syafi'i dilahirkan di Kota Asqalan; sebuah kota yang berjarak tiga farsakh dari Kampung Gaza, Palestina. Menurut para andal sejarah juga, Imam Syafi'i dilahirkan pada tahun 150 H, yang merupakan tahun wafatnya seorang ulama besar Sunni Imam Abu Hanifah.

Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Sesungguhnya Allah telah mentakdirkan dari setiap seratus tahun akan ada seorang yang akan mengajarkan Sunnah Rasulullah dan akan menyingkirkan para pendusta terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Kami beropini pada seratus tahun yang pertama Allah mentakdirkan Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun berikutnya Allah SWT mentakdirkan Imam Asy-Syafi`i."

Kehidupan Imam Syafi’i Sejak Kecil

Ketika dia berusia 9 tahun, dia telah menjadi hafidz Quran, dia juga sempat 16 kali mengkhatamkan Al Alquran ketika dalam perjalanannya dari Makkah ke Madinah. Selanjutnya setahun kemudian, Kitab Al Muwatha’ karangan Imam Malik yang berisi 1.720 hadist pilihan pun juga dihafal dia dengan lancar, Imam Syafi’i juga mempelajari bahasa dan sastra Arab di Dusun Badui tempat tinggal Bani Hundail selama beberapa tahun, sehabis itu dia kembali ke Makkah dan mempelajari fiqh dari salah seorang ulama besar yang juga merupakan mufti Kota Makkah pada ketika itu yakni Imam Muslim bin Khalid Azzanni.

Kecerdasan Imam Syafi'i membuat dia dalam usia yang masih sangat muda yaitu 15 tahun telah duduk di dingklik mufti Kota Mekkah, meskipun demikian dia belum merasa puas untuk menuntut ilmu alasannya yakni dia merasa ketika semakin banyak dia menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum dia pahami, sehingga tidak heran apabila guru Imam Syafi’i sangatlah banyak yang jumlahnya sanggup dikatakan sama dengan banyaknya para muridnya. Dikatakan oleh beberapa andal sejarah bahwa dia sempat menimba ilmu di banyak sekali kota di timur tengah selain Kota Mekkah dan Madinah dia juga sempat menimba ilmu di Yaman, Baghdad dan Mesir dimana di kota yang terakhir disebutkan merupakan tempat dia wafat

Kontribusi Imam Syafi'i untuk Perkembangan Islam

Imam Syafi’i sanggup dikatakan telah menguasai hampir seluruh disiplin ilmu pada usia muda, namun dia lebih dikenal oleh masyarakat islam dunia sebagai andal hadist dan aturan islam alasannya yakni inti anutan dia terfokus pada dua cabang ilmu tersebut, pembelaannya yang besar terhadap sunnah Nabi sampai-sampai dia diberi gelar Nasuru Sunnah atau Pembela Sunnah Nabi. Dalam pandangan beliau, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang amatlah tinggi, bukan hanya itu saja, bahkan beberapa kalangan mengungkapkan bahwa Imam Syafi’i menyetarakan kedudukan sunnah Rasulullah dengan Al Alquran dalam kaitannya sebagai sumber aturan islam. Oleh alasannya yakni itu, berdasarkan dia setiap aturan yang ditetapkan oleh rasulullah dalam hakekatnya yakni hasil pemahaman yang didapat Nabi SAW dari pemahamannya terhadap Al Quran. Selain Al Alquran dan Hadis, dalam mengambil suatu ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga memakai Ijma’, Qiyas dan istidlal (penalaran) sebagai dasar aturan islam.

Karya Imam Syafi'i

Mazhab Syafi'i

Dasar dari madzhabnya: Al Quran, As Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau juga tidak mengambil Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah, perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan,”Barangsiapa yang melaksanakan istihsan maka ia telah membuat syariat,”. Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i yakni nashirussunnah (pembela sunnah),”

Dia mewariskan seluruh ilmu dan karyanya kepada generasi berikutnya sebagaimana yang diwariskan oleh para nabi, yakni ilmu yang bermanfaat. Ilmunya banyak diriwayatkan oleh para murid-muridnya dan tersimpan rapi dalam banyak sekali disiplin ilmu. Bahkan dia juga yakni penggerak dalam menulis di bidang ilmu Ushul Fiqih, dengan karyanya yang monumental Risalah. Dalam bidang fiqih juga dia menulis kitab Al-Umm yang dikenal oleh semua orang, awamnya dan alimnya. Juga dia menulis kitab Jima’ul Ilmi.

Beliau mempunyai banyak murid, yang sebagian besar menjadi tokoh dan pembesar ulama dan Imam umat islam, yang paling menonjol adalah:

  1. Ahmad bin Hanbal, Ahli Hadits dan sekaligus juga Ahli Fiqih dan Imam Ahlus Sunnah dengan janji kaum muslimin.
  2. Al-Hasan bin Muhammad Az-Za’farani
  3. Ishaq bin Rahawaih,
  4. Harmalah bin Yahya
  5. Sulaiman bin Dawud Al Hasyimi
  6. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbi dan lain-lainnya banyak sekali.

Al-Hujjah

Kitab Al Hujjah merupakan madzhab usang yang diriwayatkan oleh empat imam Irak yaitu Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al Karabisyi dari Imam Syafi’i.

Terkait duduk kasus Al-Qur’an, Beliau Imam Asy-Syafi`i mengatakan, “Al-Qur’an merupakan Qalamullah,  barangsiapa menyampaikan bahwa Al-Qur’an yakni makhluk maka dia telah kafir.”

Al-Umm

Kitab “Al Umm” merupakan madzhab yang gres dari Imam Syafi’i yang diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir yaitu Al Muzani, Al Buwaithi, Ar Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i menyampaikan ihwal madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka buanglah perkataanku di belakang tembok,”

“Kebaikan terdapat pada lima hal yaitu kekayaan jiwa, menahan dari menyakiti orang lain, mencari rizki yang halal, taqwa dan tsiqqah kepada Allah SWT. Ridha insan yakni tujuan yang tak mungkin dicapai, tidak akan ada jalan untuk selamat dari (ucapan) manusia, wajib bagimu untuk konsisten dengan hal - hal yang bermanfaat bagimu”.

"Ikutilah Ahli Hadits oleh kalian, alasannya yakni mereka merupakan orang yang paling banyak benarnya.”

Dia berkata, “Semua perkataanku yang berselisih dengan hadits yang shahih maka ambilah hadits yang shahih dan janganlah taqlid kepadaku.”

Dia berkata, “Semua hadits yang shahih dari Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam maka itu yakni pendapatku meski kalian tidak mendengarnya dariku.”

Dia mengatakan, “Jika kalian dapati dalam kitabku sesuatu yang menyelisihi Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam maka ucapkanlah sunnah Rasulullah dan tinggalkan ucapanku.”

Akhir Hayat

Pada suatu hari, Imam Syafi'i terkena penyakit wasir, penyakit yang dideritanya itu ia tahan bahkan kalau ia naik kendaraan, darah keluar dan mengalir hingga mengenai celananya bahkan mengenai pelana dan kaus kaki beliau. Penyakit wasir ini sangat menyiksanya hingga hampir empat tahun, dia menanggung rasa sakit demi ijtihadnya yang gres di Mesir, menghasilkan empat ribu lembar. Bukan hanya itu, ia terus mengajar, meneliti obrolan serta mengkaji baik siang ataupun malam hari.

Pada suatu hari murid dia Al-Muzani masuk menghadap Imam Syafi'i dan berkata, "Bagaimana kondisi Anda wahai guru?" Imam Syafi'i menjawab, "Aku telah siap untuk meninggalkan dunia, meninggalkan para saudara dan teman, mulai meneguk minuman kematian, kepada Allah dzikir terus terucap. Sungguh, Demi Allah, saya tak tahu apa jiwaku akan berjalan menuju nirwana hingga perlu saya ucapkan selamat, atau sedang menuju neraka hingga saya harus berkabung".

Setelah itu, dia melihat ke sekelilingnya dan berkata kepada mereka, "Jika saya meninggal, pergilah kalian kepada wali (penguasa), dan mintakan kepadanya biar mau memandikanku," kemudian sepupunya berkata, "Kami ingin turun sebentar untuk salat." Imam Syafi'i menjawab, "Pergilah kemudian sehabis itu duduklah disini menunggu keluarnya ruhku." Setelah sepupu dan murid-muridnya selesai salat, sang Imam bertanya, "Apakah engkau sudah salat?" kemudian mereka menjawab, "Sudah", kemudian dia minta segelas air, pada ketika itu sedang isu terkini dingin, mereka berkata, "Biar kami mencampurnya dengan air hangat," ia berkata, "Jangan, sebaiknya dengan air safarjal". Setelah itu dia wafat. Imam Syafi'i wafat pada malam Jum'at menjelang subuh dan pada hari terakhir bulan Rajab tahun 204 Hijriyah atau tahun 809 Miladiyyah pada usia 52 tahun.

Tidak usang sehabis kabar maut dia tersebar di Mesir hingga kesedihan dan murung melanda seluruh rakyat Mesir, warga pun semua keluar dari rumah ingin membawa mayat di atas pundak, alasannya yakni dahsyatnya kesedihan yang melanda mereka. Tidak ada perkataan lain yang terucap ketika itu selain permohonan rahmat dan ridho Allah SWT untuk sang Imam besar.

Sejumlah ulama pergi untuk menemui wali Mesir yaitu Muhammad bin as-Suri bin al-Hakam, bermaksud untuk memintanya tiba ke rumah murung untuk memandikan mayat Imam sesuai dengan wasiat. Ia berkata kepada mereka, "Apakah Imam meninggalkan hutang?", "Benar!" jawab mereka. Lalu wali Mesir tersebut memerintahkan untuk melunasi hutang-hutang Imam seluruhnya. Setelah itu wali Mesir barulah pergi memandikan jasad sang Imam.

Jenazah Imam Syafi'i diangkat dari rumah duka, melewati jalan al-Fusthath dan juga pasarnya hingga hingga ke kawasan Darbi as-Siba, kini jalan Sayyidah an-Nafisah. Lalu Sayyidah Nafisah meminta untuk memasukkan mayat Imam ke rumahnya, sehabis mayat dimasukkan ke rumah, dia turun ke halaman rumah kemudian melaksanakan salat jenazah, dan berkata, "Semoga Allah merahmati asy-Syafi'i, sungguh ia benar-benar berwudhu dengan baik."

Jenazah kemudian dibawa hingga hingga ke tanah bawah umur Ibnu Abdi al-Hakam, disanalah tempat ia dikuburkan, yang hingga kini populer dengan Turbah asy-Syafi'i, dan disana juga dibangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid asy-Syafi'i. Penduduk Mesir terus menerus menziarahi makam sang Imam hingga 40 hari 40 malam, setiap penziarah sulit untuk sanggup hingga ke makamnya alasannya yakni banyaknya orang yang berziarah.


Demikian tadi telah kita simak salah satu biografi pendekar islam atau pemimpin islam di masa lampau yaitu Imam Syafi'i yang hingga kini ilmunya terus dipakai untuk perkembangan islam. Semoga artikel ihwal Biografi Imam Syafi'i ini sanggup menjadi pandangan gres kepada sobat semua. Sampai jumpa pada artikel menarik selanjutnya.
Advertisement

Iklan Sidebar